Jumat, 31 Juli 2015

MUHA KARAS™ - DI MENARA PANDANG

https://youtu.be/SVqoNitUkts

Kali ini tim Muha Karas berada di wisata yang berada ditengah kota Banjarmasin Kalimantan Selatan yaitu Menara Pandang. Bagaimana keseruan mereka kali ini. Ayo tonton videonya dilink diatas, jangan lupa subcribe dan likenya ya..

Senin, 27 Juli 2015

MUHA KARAS - DI DANAU BIRU

https://youtu.be/yYPpgBUh2PU

Wisata Danau Biru yang dikunjungi Muha Karas kali ini, sangat pantas untuk menjadi tujuan wisata kawan-kawan. Ayo diklik linknya, review tim Muha Karas di wisata DANAU BIRU  ini..

Subcribe dan like videonya di youtube ya..

Jumat, 24 Juli 2015

BIJAKSANALAH WAHAI PEMERINTAH JIKA INGIN MENDIRIKAN FLY OVER

Flash back!!!

"Cet macet!!" Itulah yang gue rasakan saat ini di Jakarta. Gue berpikir "Jakarta adalah kota yang terlalu rumit sebagai provinsi yang kecil". Terlalu banyak jalan, fly over bertingkat-tingkat dan itu semua menjadikan jalanan di Jakarta kalau dihitung perkilometernya bisa sama dengan jalanan di provinsi yang lebih besar dari Jakarta.

Sebagai sebuah provinsi yang kecil, Jakarta memang cerdas. Bagaimana gak cerdas, berkat gedung-gedung menjulang tinggi dan fly over yang sangat banyak, membuat dia menjadi kota termegah di Indonesia.

Ngomongin fly over, gue gak kebayang kalau seandainya gue coba berjalan disepanjang fly over yang ada di Jakarta, bisa-bisa gue kehilangan nafas.

Jadi ingat fly over di Banjarmasin, mereka juga punya fly over. Tapi kok, fly over di Banjarmasin kaya sejenis pengangkatan jalan saja, 1 tingkat saja malah, terlalu sederhana, cuma hiasan kota, tanpa manfaat, komentar gue pedas ya? Kalau mau lihat buktinya, coba jalan-jalan ke Banjarmasin.

Menurut gue, Banjarmasin tanpa Fly Over tersebut gak ngaruh  apa-apa. Bukan seperti Jakarta, yang fly over nya menghubungkan jalan ke jalan lainnya.

Kadang gue berpikir, untuk pembuatan fly over Banjarmasin pasti harus mengeluarkan apbd yang sangat besar. Kenapa dana besar fly over digunakan untuk itu? Padahal bisa digunakan untuk sesuatu yang lebih berarti di Banjarmasin, biar gue dan masyarakat Banjarmasin lainnya bisa merasakan dana besar tersebut.

(Foto dibawah fly over dijakarta)

Rabu, 15 Juli 2015

SAMPAH BERSERAKAN DIBAWAH SPANDUK YANG BERTULISKAN "JANGAN BUANG SAMPAH DISINI"

"Kalau gue sendiri sih emang susah buat ditegur".

Itulah ego yang membuat gue sial, bahkan kesialan bisa berdampak untuk sekitar. Tapi, ego itu masih gue coba untuk menanggulanginya.

Seperti halnya kebiasaan kita untuk membuang sampah dijalanan. Banyak yang menegur untuk tidak membuang sampah sembarangan, tapi kita tetap aja enggan mematuhinya. Sebenarnya apasih yang ada dalam benak kita?

Disuatu ketika gue melihat, dipinggiran jalan banyak terdampar sampah-sampah berserakan. Sungguh tidak sopan. Dan lucunya lagi, gue melihat spanduk bertuliskan "JANGAN BUANG SAMPAH DISINI" kenyataannya, itu berbanding terbalik dengan keadaan disekitarnya. Sungguh tidak manusiawi. Manusia mempunyai mata untuk melihat, dan mempunyai kemampuan untuk membaca. Tulisan JANGAN terpampang jelas, lah kok masih aja membuang sampah disana.

Sepertinya, perlu kesadaran moral untuk menanggulangi hal tersebut. Mungkin dimulai dari satu orang goblok yang membuang sampah sembarangan, eh yang lain ikutan.

Seharusnya, dimulai dari satu orang pintar untuk tidak membuang sampah disana, dan yang lain akan mengikutinya.

Ayolah men, buat mereka yang suka buang sampah sembarangan. Itu bisa membuat dampak buruk buat sekitar, banjir salah satunya. Nanti pas banjir, pasti pemerintah disalahin. Padahal!

Tapi, pasti banyak juga orang baik yang sudah buang sampah ditempatnya. Buat yang sudah berbaik hati kepada lingkungan, kalian LUAR BIASA. Dan buat yang suka buang sampah sembarangan, belajarlah jadi orang baik yang gak suka nyusahin orang. Hehe

(Sebuah foto yang gue dapet digoogle, dan sangat berhubungan dengan artikel kali ini)

Sabtu, 04 Juli 2015

PERKAMPUNGAN PINGGIRAN REL KERETA API

Saat ini gue menuju kota tua yang ada di kota Jakarta, gue duduk didalam kereta api bersama beberapa temen yang sudah lama tinggal di Jakarta. Diperjalanan gue merasa nyaman, suasananya seperti di Jepang (Gue gak pernah ke Jepang).

Tiba-tiba saja pandangan tertuju disuatu tempat. Suatu tempat yang sering menjadi sasaran penggusuran satpol pp dan penggusuran itu sering gue lihat di berita televisi. Secara mendadak gue namain tempat itu adalah PERKAMPUNGAN PINGGIRAN REL KERETA API.

"Kebanyakan mereka yang tinggal disana adalah perantauan yang kebingungan setelah sampai di Jakarta. Bahkan, sekarang mereka banyak menjadi pengemis jalanan. Tanah yang mereka tinggali, adalah tanah tanpa surat" Salah satu temen diperjalanan ini memberikan informasi ke gue.

Banyak yang berpikir TINGGAL DI IBU KOTA ADALAH SALAH SATU JALAN MENUJU KESUKSESAN, tidak semuanya hal itu benar. Kota besar itu terlalu keras. Seseorang yang mempunyai bekal dari kampungnya saja di Jakarta bisa jadi lonte, apalagi yang gak punya bekal. Tapi, kalau ke Jakarta membawa bekal takdir, boleh juga sih sebagai alternatif hidup atau mati?

Mengingat kembali penduduk pinggiran kereta api, gue berpikir "Nenek moyang mereka yang sebelumnya merantau dan akhirnya sampai di Jakarta. Tapi sayangnya mereka gagal, dan menempati dan bahkan menciptakan perkampungan pinggiran rel kereta api lalu menempatinya." Itu artinya, mereka akan berkembang biak disana. Dan seterusnya akan menjadi kebiasaan. Kalau begitu caranya, penggusuran akan terus menjadi tontonan biasa dimata masyarakat Indonesia.